Sabtu pagi2 jam 7, kami sudah tiba di Semarang dan dijemput orang tua. Seperti biasanya tiap kali kami tiba di Semarang pasti kami langsung makan pagi bersama, soto ayam di daerah Puri Anjasmoro. Karena aku tiba2 juga ingin makan lentok Kudus selain soto Kudus, maka kami pun memesan 4 mangkok soto Kudus, 2 piring lentok Kudus dan 4 teh hangat. Karena belum makan apa2 dari Jakarta, kami makan dengan lahap. Untuk pesanan tsb, hanya menghabiskan Rp.54.000 untuk 4 orang. Murah yah... Seingatku kalo makan soto di Jakarta, 1 mangkok soto rata2 harganya Rp.12.000 per mangkok. Di Semarang hanya Rp.7000-Rp.8000 per mangkok.

Jangan membayangkan kalo Semarang itu adalah kota kecil dengan jalan2 kecil. Semarang juga punya jalan raya yg cukup lebar dengan mall, pertokoan dan hotel2 yg cukup bagus. Jalan2 yg termasuk lebar di Semarang jumlahnya bisa dihitung dengan jari antara lain Jalan Pemuda, Gajah Mada, MH Thamrin, Pahlawan, Mataram, Dr. Cipto, Pandanaran dan Imam Bonjol (sorry kalo ada yg terlewatkan). Memang ngga sebanyak jalan2 besar di Jakarta. Hotel2 yg termasuk bagus di Semarang antara lain Ciputra, Horizon, Patra Jasa, Gumaya, Grand Candi dan Graha Santika. Dan Mall besar di semarang hanya sedikit antara lain Mall Ciputra, Java Mall dan DP Mall. Hanya TIGA! Sri Ratu kayanya ngga termasuk mall.
Semarang memiliki bangunan2 antik yg sudah tua dan terkenal yg salah satunya mungkin kalian pernah mendengarnya dari judul film horror yaitu Lawang Sewu. Lawang Sewu (bahasa Jawa) berarti pintu seribu. Menurut sejarah , Lawang sewu didirikan tahun 1903. Kalau di malam hari, tempatnya sangat menakutkan dan konon ada hantunya. Pernah ada rencana mau menjadikan Lawang Sewu jadi hotel internasional tapi gagal. Kemudian ada Tugu Muda yg jadi lambang kota Semarang, dibangun pada tahun 1951 di depan kantor walikota Semarang. Kemudian di dalam kawasan Kota Lama Semarang terdapat Gereja Blenduk yg dibangun oleh arsitek Belanda pada tahun 1753. Bentuknya sangat unik dengan kubah di atas gerejanya. Walau aku lahir di Semarang tp sekalipun belum pernah masuk ke dalamnya. Gereja tsb kini masih dijadikan tempat misa gereja tiap hari Minggu.
Di Kawasan Kota Lama Semarang terdapat stasiun kereta api Tawang yg sering banjir pada musim hujan maka dibuat waduk untuk menampung banjir di depan stasiun yg dinamakan Kolam Polder Tawang. Tapi sepertinya stasiun Tawang masih saja banjir. Selain pasar Gang Pinggir di daerah Pecinan, Semarang juga memiliki pasar yg terkenal lainnya Pasar Johar yg lebih besar. Menjelang lebaran, pasar ini ramai bukan main. Saat itu ada acara dugderan di mana banyak sekali jualan aneka macam mainan dari tanah liat, alumnium untuk anak2. Lalu tentang koran, Jakarta punya Kompas maka Semarang punya Suara Merdeka korannya Jawa Tengah. Dari dulu bentuk kantor Suara Merdeka ngga pernah berubah bentuk. Cuma finishingnya yg berubah, kini bagian luarnya ditutupi keramik coklat sehingga lebih awet dan tetap ngga berubah sejak aku lulus SMA Loyola.
Bicara tentang Semarang kota kelahiranku maka juga bicara tentang sekolahku yaitu SMA Kolese Loyola. terakhir kali ketika aku melewati bangunan sekolahnya, tampak ngga ada perubahan pada bangunannya. Tampak bersih dan terawat. Ada gosip bahwa SMA Kolese Loyola mengalami kemunduran dan hal ini membuatku sedih karena dulu SMA Kolese Loyola termasuk sekolah populer di Semarang. Tiap kali aku ke Semarang tentu saja ada tempat makan favorit yang hampir pasti kudatangi kalau ke sana yaitu Toko Oen, bangunannya gaya 'Belanda' dan unik bentuk bangunannya karena pintu masuknya ada di sudut lancip. Demikian pula interior dan menu2nya pun gaya 'Belanda'. Di Oen ngga hanya menyediakan makanan berat, juga ada es krim dan aneka snack mulai dari sosis broot sampe biskuit.

Dulu ada toko roti favoritku selain di Oen, yaitu Toko Sari Manis yg juga memakai resep Belanda. Sayang sekali kini udah tutup. Padahal roti di sana enak sekali dan lebih alami, ngga kayak toko roti modern yg kini berjamur di mana2. Toko2 roti 'jadul' lainnya yg jadi favoriku juga yaitu toko roti Selina dan Sanitas, sampai sekarang masih bertahan dan kuharap tetap bertahan walau kuakui tokonya mulai sepi. Selain toko roti 'jadul', toko roti modern favoritku di Semarang yaitu Danish yg kini namanya Danti setelah program penggalakkan agar mengganti nama bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Toko Roti Danti selalu ramai kalau dibandingkan dengan toko roti 'jadul' lainnya. Mungkin Semarang mulai mengalami pergeseran gaya hidup menuju hidup modern karena mulai banyak hal2 lama yg ditinggalkan dengan salah satu contohnya toko2 roti gaya lama mulai banyak ditinggalkan padahal aku sangat menyukai roti2 gaya lama tsb.